Text Pidato Ketua Umum DPW Hipakad Provinsi Jawa Barat
Pidato Ketua Umum
HIPAKAD JAWA BARAT
Pada Pelantikan Pengurus HIPAKAD DPC Distrik Bekasi
Pemahaman Wawasan Kebangsaan Dan Sub Sistem Pembentuknua Untuk Memperkuat Jati Diri Bangsa
Asslm.wr.wb
Bapak Danrem 051/Wijayakarta
Pengurus DPP, DPW, HIPAKAd,
Rekan rekan Keluarga besar TNI Angkatan Darat
Pertama2 sy mengajak kita semua untuk mengucap syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas izinNya lah kita semua bisa berkumpul di tempat ini.
Banyak kalangan yang melihat perkembangan politik, sosial, ekonomi dan budaya di Indonesia sudah sangat memprihatinkan. Bahkan, kekuatiran itu menjadi semakin nyata ketika bergeser pada apa yang dialami oleh setiap warganegara, yakni memudarnya wawasan kebangsaan. Apa yang lebih menyedihkan lagi adalah bilamana kita kehilangan wawasan tentang makna hakekat bangsa dan kebangsaan yang akan mendorong terjadinya dis-orientasi dan perpecahan.
Pandangan di atas sungguh wajar dan tidak mengada-ada. Krisis yang dialami bangsa Indonesia berkembang menjadi krisis multi dimensional yang saling mengait. Krisis ekonomi yang tidak kunjung henti berdampak pada krisis sosial dan politik, yang pada perkembangannya justru menyulitkan upaya pemulihan ekonomi. Konflik horizontal dan vertikal yang terjadi dalam kehidupan sosial merupakan salah satu akibat dari semua krisis yang terjadi, yang melahirkan ancaman dis-integrasi bangsa.
Bangsa Indonesia merupakan bangsa yang plural seperti beragamnya suku, budaya daerah, agama, dan berbagai aspek politik lainnya, serta kondisi geografis negara kepulauan yang tersebar. Semua ini mengandung potensi konflik (latent sosial conflict) yang dapat merugikan dan mengganggu persatuan dan kesatuan bangsa.
Dewasa ini, dampak krisis multi-dimensional ini telah memperlihatkan tanda-tanda awal munculnya krisis kepercayaan diri (self-confidence) dan rasa hormat diri (self-esteem) sebagai bangsa. Krisis kepercayaan sebagai bangsa dapat berupa keraguan terhadap kemampuan diri sebagai bangsa untuk mengatasi persoalan-persoalan mendasar yang terus-menerus datang, seolah-olah tidak ada habis-habisnya mendera Indonesia. Aspirasi politik yang bernuansa memecah belah akhir akhir ini adalah salah satu manifestasi wujud krisis kepercayaan diri sebagai satu bangsa, satu “nation”.
Apabila krisis politik dan krisis ekonomi sudah sampai pada krisis kepercayaan diri, maka eksistensi Indonesia sebagai bangsa (nation) sedang dipertaruhkan. Maka, sekarang ini adalah saat yang tepat untuk melakukan reevaluasi terhadap proses terbentuknya “nation and character building” kita selama ini, karena boleh jadi persoalan-persoalan yang kita hadapi saat ini berawal dari kesalahan dalam menghayati dan menerapkan konsep awal “kebangsaan” yang menjadi fondasi ke-Indonesia-an.
Kesalahan inilah yang dapat menjerumuskan Indonesia, seperti yang ditakutkan para founding father bahwa Bangsa Indonesia , “menjadi bangsa kuli dan kuli di antara bangsa-bangsa.”
Bahkan, mungkin yang lebih buruk lagi dari kekuatiran founding father, bahwa Bangsa Indonesia “menjadi bangsa pengemis dan pengemis di antara bangsa-bangsa”.
Di samping itu, timbul pertanyaan mengapa akhir-akhir ini wawasan kebangsaan menjadi banyak dipersoalkan. Apabila kita coba mendalaminya, menangkap berbagai ungkapan masyarakat, terutama dari kalangan cendekiawan dan pemuka masyarakat, memang mungkin ada hal yang menjadi keprihatinan.
Pertama, ada kesan seakan-akan semangat kebangsaan telah menjadi dangkal atau tererosi terutama di kalangan generasi muda–seringkali disebut bahwa sifat materialistik mengubah idealisme yang merupakan jiwa kebangsaan.
Kedua, ada kekuatiran ancaman disintegrasi kebangsaan, dengan melihat gejala yang terjadi di berbagai negara, terutama yang amat mencekam adalah perpecahan di Yugoslavia, di bekas Uni Soviet, di beberapa negara Timur Tengah, dan juga di negara-negara lainnya seperti di Afrika, negara eks Romawi Timur (Turki, Syiria), dimana paham kebangsaan merosot menjadi paham kesukuan atau keagamaan.
Ketiga, ada keprihatinan tentang adanya upaya untuk melarutkan pandangan hidup bangsa ke dalam pola pikir yang asing untuk bangsa ini.
Hipakad adalah himpunan putra putri dan keluarga besar TNI Angkatan Darat. Kita semua adalah pewaris langsung dari pejuang yang ikut mengawal nilai nilai kebangsaan yang selama ratusan tahun dikristalisasikan nilainya, dan selama proklamasi kemerdekaan dan perang kemerdekaan dipertahankan habis habisan oleh orang tua kita semuanya.
Dalam kondisi krisis kebangsaan yang parah saat ini, Hipakad diharapkan dapat menjadi benteng yang ikut memperjuangkan lestarinya wawasan kebangsaan kita berdasarkan nilai nilai luhur Pancasila dan UUD 1945.
Acara yang dilakukan saat ini adalah salah satu karya nyata untuk melestarikan nilai nilai wawasan kebangsaan di tengah lunturnya nilai wawasan kebangsaan di tengah masyarakat kita saat ini.
Bapak Danrem 051/Wijayakarta
Pengurus DPP, DPW, HIPAKAd,
Rekan rekan Keluarga besar TNI Angkatan Darat
Para founding fathers memproklamasikan kemerdekaan Indonesia dengan tujuan umum adalah mengubah sistem feodalistik dan sistem kolonialis menjadi sistem modern dan sistem demokrasi. Kemerdekaan menurut para pendiri negara adalah “jembatan emas” menuju cita-cita demokrasi, sedangkan pembentukan “nation and character building” dilakukan di dalam prosesnya.
Dalam pemaknaan relasi “nation and character building” beberapa hal berikut merupakan inti sari dan pokok pemikiran penting yang terkandung di dalam gagasan awal Nation and character building :
Inti sari Pertama,adalah Kemandirian (self-reliance). Dalam konteks aktual saat ini, kemandirian diharapkan terwujud dalam karakter percaya akan kemampuan manusia dan penyelenggaraan Republik Indonesia dalam mengatasi berbagai krisis.
Kedua, Demokrasi (democracy), atau kedaulatan rakyat menjadi ganti dari sistem feodalisme dan kolonialis. Masyarakat demokratis yang ingin dicapai adalah sebagai pengganti dari masyarakat warisan yang feodalistik. Masyarakat yang menuntut setiap anggota masyarakat ikut serta dalam proses politik dan pengambilan keputusan yang berkaitan langsung dengan kepentingannya untuk mencapai kesejahteraan dan kemakmuran.
Ketiga, Persatuan Nasional (national unity). Dalam konteks aktual dewasa ini diwujudkan dengan kebutuhan untuk melakukan rekonsiliasi nasional antar berbagai kelompok yang pernah bertikai ataupun terhadap kelompok yang telah mengalami diskriminasi, kecuali rekonsiliasi dengan kelompok ekstrim kiri atau ekstrim kanan yang memang telah berbeda dasar dan semangat kebangsaan dan kenegaraannya. Persatuan antar bernagai unsur yang berada di bawah naungan Pancasila. Upaya mencapai persatuan di luar kerangka ini tidak akan pernah tercapai, dan sejarah pun telah membuktikan bahwa upaya menyatukan nilai di luar, Bhinneka Tunggal Ika dan Pancasila, akan sia sia belaka. Karena Bhinneka Tunggal Ika kita memilili makna tan hana dharma mangrwa, bukan dharma dasar kehidupan kenegaraan dan kebangsaan yang mendua.
Keempat, Martabat Internasional (bargaining positions). Indonesia tidak perlu mengorbankan martabat dan kedaulatannya sebagai bangsa yang merdeka untuk mendapatkan prestise, pengakuan dan wibawa di dunia internasional. Sikap menentang hegemoni suatu bangsa atas bangsa lainnya adalah sikap yang mendasari ide dasar “nation and character building.” Tidak ada bentuk “penghisapan suatu bangsa terhadap bangsa lain,” serta segala bentuk “neokolonialisme” dan “neoimperialisme.” Indonesia harus berani mengatakan “tidak” terhadap tekanan-tekanan politik yang tidak sesuai dengan “kepentingan nasional” dan “rasa keadilan” sebagai bangsa merdeka.
Setiap orang tentu memiliki rasa kebangsaan dan memiliki wawasan kebangsaan dalam perasaan atau pikiran, paling tidak di dalam hati nuraninya. Dalam realitas, rasa kebangsaan itu seperti sesuatu yang dapat dirasakan tetapi sulit dipahami. Namun ada getaran atau resonansi dan pikiran ketika rasa kebangsaan tersentuh. Rasa kebangsaan bisa timbul dan terpendam secara berbeda dari orang per orang dengan naluri kejuangannya masing-masing, tetapi bisa juga timbul dalam kelompok yang berpotensi dasyat luar biasa kekuatannya.
Rasa kebangsaan adalah kesadaran berbangsa, yakni rasa yang lahir secara alamiah karena adanya kebersamaan sosial yang tumbuh dari kebudayaan, sejarah, dan aspirasi perjuangan masa lampau, serta kebersamaan dalam menghadapi tantangan sejarah masa kini. Dinamisasi rasa kebangsaan ini dalam mencapai cita-cita bangsa berkembang menjadi wawasan kebangsaan, yakni pikiran-pikiran yang bersifat nasional dimana suatu bangsa memiliki cita-cita kehidupan dan tujuan nasional yang jelas.
Berdasarkan rasa dan paham kebangsaan itulah, timbul semangat kebangsaan atau semangat patriotisme.
Wawasan kebangsaan mengandung pula tuntutan suatu bangsa untuk mewujudkan jati diri, serta mengembangkan perilaku sebagai bangsa yang meyakini nilai-nilai budayanya, yang lahir dan tumbuh sebagai penjelmaan kepribadiannya.
Rasa kebangsaan bukan monopoli suatu bangsa, tetapi ia merupakan perekat yang mempersatukan dan memberi dasar keberadaan (raison d’entre) bangsa-bangsa di dunia. Dengan demikian rasa kebangsaan bukanlah sesuatu yang unik yang hanya ada dalam diri bangsa kita karena hal yang sama juga dialami bangsa-bangsa lain.
Bagaimana pun konsep kebangsaan itu dinamis adanya. Dalam kedinamisannya, antar-pandangan kebangsaan dari suatu bangsa dengan bangsa lainnya saling berinteraksi dan saling mempengaruhi. Dengan benturan budaya dan kemudian bermetamorfosa dalam campuran budaya dan sintesanya, maka derajat kebangsaan suatu bangsa menjadi dinamis dan tumbuh kuat dan kemudian terkristalisasi dalam paham kebangsaan.
Paham kebangsaan berkembang dari waktu ke waktu, dan berbeda dalam satu lingkungan masyarakat dengan lingkungan lainnya. Dalam sejarah bangsa-bangsa terlihat betapa banyak paham yang melandaskan diri pada kebangsaan. Ada pendekatan ras atau etnik seperti Nasional-sosialisme (Nazisme) di Jerman, atas dasar agama seperti dipecahnya India dengan Pakistan, atas dasar ras dan agama seperti Israel-Yahudi, dan konsep Melayu-Islam di Malaysia, atas dasar ideologi atau atas dasar geografi atau paham geopolitik.
Founding father NKRI sendiri menyatakan bahwa
Bangsa bukanlah didasarkan pada kesamaan asal, persamaan bahasa, dan persamaan agama.
bangsa ditentukan oleh sebuah keinsyafan sebagai suatu persekutuan yang tersusun jadi satu, yaitu keinsyafan yang terbit karena percaya atas persamaan nasib dan tujuan. Keinsyafan yang bertambah besar oleh karena sama seperuntungan, malang yang sama diderita, mujur yang sama didapat, oleh karena jasa bersama, kesengsaraan bersama, pendeknya oleh karena peringatan kepada riwayat bersama yang tertanam dalam hati dan otak.”
Pengertian tentang rasa dan wawasan kebangsaan tersebut di atas sebenarnya merupakan pandangan generik yang menjelaskan bahwa rasa dan wawasan lahir dengan sendirinya di tengah ruang dan waktu seseorang dilahirkan. Tidak salah bila pandangan generik itu mengemukakan pentingnya menumbuhkan semangat kejuangan, rasa kebanggaan atas bumi dan tanah air dimana seseorang dilahirkan dan sebagainya.
Wawasan kebangsaan merupakan jiwa, cita-cita, atau falsafah hidup yang tidak lahir dengan sendirinya. Ia sesungguhnya merupakan hasil konstruksi dari realitas sosial dan politik (sociallyand politicallyconstructed).
Wawasan kebangsaan dapat dipandang sebagai suatu falsafah hidup yang berada pada tataran sub-sistem budaya Dalam tataran ini wawasan kebangsaan dipandang sebagai ‘way of life’ atau merupakan kerangka/peta pengetahuan yang mendorong terwujudnya tingkah laku dan digunakan sebagai acuan untuk menghadapi dan menginterpretasi lingkungannya. Jelaslah, bahwa wawasan kebangsaan tumbuh sesuai pengalaman yang dialami oleh seseorang, dan pengalaman merupakan akumulasi dan kristalisasu dari proses tataran sistem lainnya, yakni sub-sistem sosial, sub-sistem ekonomi, dan sub-sistem politik.
Pada tataran sub-sistem sosial berlangsung suatu proses interaksi sosial yang menghasilkan kohesi sosial yang kuat, hubungan antar individu, antar kelompok dalam masyarakat yang harmonis. Integrasi dalam sistem sosial yang terjadi akan sangat mewarnai dan mempengaruhi bagaimana sistem budaya (ideologi/ falsafah/pandanngan hidup) dapat bekerja dengan semestinya.
Sub-sistem ekonomi dan sub-sistem politik mempunyai kaitan yang sangat erat. Ada yang mengatakan bahwa paham kebangsaan Indonesia tidak menempatkan bangsa kita di atas bangsa lain, tetapi menghargai harkat dan martabat kemanusiaan serta hak dan kewajiban manusia. Paham kebangsaan berakar pada asas kedaulatan yang berada di tangan rakyat. Oleh karena itu paham kebangsaan sesungguhnya adalah paham demokrasi yang memiliki cita-cita keadilan sosial, bersumber pada rasa keadilan dan menghendaki kesejahteraan bagi seluruh rakyat.
Namun demikian sangat dipahami bahwa pembangunan ekonomi bukan semata-mata proses ekonomi, tetapi suatu penjelamaan dari proses perubahan politik dan sosial. Oleh karena itu keberhasilan pembangunan di bidang ekonomi tidak dapat lepas dari keberhasilan pembangunan di bidang politik. Pada masa kini kita menyaksikan betapa pembangunan ekonomi hanya dapat terjadi secara bekelanjutan di atas landasan demokrasi. Betapa bangsa yang menganut sistem politik totaliter, dengan atau tanpa ideologi, atau dilandasi oleh ideologi apapun, tidak bisa mewujudkan kesejahteraan dan tidak sanggup memelihara momentum kemajuan yang telah dicapai. Sejarah membuktikan keikutsertaan rakyat dalam pengambilan keputusan merupakan prasyarat bagi peningkatan kesejahteraan secara berkelanjutan.
Di sisi lain, ada pula yang mengatakan proses demokratisasi tidak akan berlangsung dengan sendirinya tanpa faktor-faktor yang menkondisikannya. Dalam hal ini tingkat kesejahteraan masyarakat secara menyeluruh akan menentukan kualitas demokrasi. Masyarakat yang belum terpenuhi kebutuhan hidupnya yang paling mendasar akan sulit dibayangkan dapat ikut mempengaruhi secara aktif proses perumusan kebijaksanaan pada tingkat mana pun, faktor ekonomi sangat menentukan. Dengan demikian, tingkat partisipasi politik rakyat sangat erat kaitannya dengan tingkat kemajuan ekonominya. Jalan menuju demokrasi adalah pembangunan ekonomi, seperti juga jalan menuju pembangunan ekonomi adalah demokrasi.
Ekonomi yang kuat yang antara lain tercermin pada tingkat pendapatan per kapita dan tingkat pertumbuhan yang tinggi belum menjamin terwujudnya demokrasi yang sehat apabila struktur ekonomi pincang dan sumber-sumber daya hanya terakumulasi pada sebagian sangat kecil anggota masyarakat. Dengan demikian, upaya-upaya pemerataan pembangunan yang sekarang diberikan perhatian khusus harus dipandang pula sebagai langkah strategis dalam rangka pengejawantahan dari wawasan kebangsaan.
Dapat dipahami bila wawasan kebangsaan hanya tumbuh dan dapat diwujudkan dengan energi yang diberikan oleh sub sistem lainnya. Sub-sistem politik akan memberikan energi kepada bekerjanya sub-sistem ekonomi, untuk kemudian memberikan energi bagi sub-sistem sosial dan pada akhirnya kepada sub-sistem budaya. Sebaliknya, apabila sub-sistem budaya telah bekerja dengan baik karena energi yang diberikan oleh sub-sistem lainnya, maka sub-sistem budaya ini akan berfungsi sebagai pengendali (control) atau yang mengatur dan memelihara kestabilan bekerjanya sub-sistem sosial. Begitu seterusnya, sub-sistem sosial akan memberi kontrol terhadap sub-sistem ekonomi, dan sub-sistem ekonomi akan bekerja sebagai pengatur bekerjanya sub-sistem politik.
Hubungan timbal balik antar sub-sistem tersebut disebut sebagai cybernetic relationship.
Dalam suatu negara yang berdasarkan konstitusi sebagai dasar hukum, maka antara sistem pemerintahan negara, sistem politik dan sistem perekonomian saling berkaitan dan merupakan satu keterkaitan tentang pandangan hidup dan falsafah dasar negara.
Berlangsungnya mekanisme dan budaya demokrasi pada sub sistem politik akan memberikan dampak secara langsung bagaimana sub sistem ekonomi berjalan. Bekerjanya sub sistem ekonomi ini secara signifikan akan memberikan dampak pada peningkatan pendapatan.
Sebab utama dari kemiskinan adalah tingkat pendapatan yang rendah dan menyebabkan terjadinya lingkaran setan. Pendapat yang rendah bukan hanya mempengaruhi tingkat tabungan yang rendah, tetapi juga mempengaruhi tingkat pendidikan, kesehatan yang rendah sehingga produktivitas sumberdaya juga menjadi rendah. Pada gilirannya semuanya itu akan membawa akibat pada rendahnya rendapatan masyarakat.
Peningkatan produktivitas dan investasi merupakan dua hal penting bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat. Peningkatan produktivitas tergantung dari tingkat kesehatan dan gizi serta tingkat pendidikan dan keterampilan yang dimiliki masyarakat. Semua itu hanya dapat dicapai apabila masyarakat mempunyai cukup pendapatan. Dengan tingkat pendapatan yang meningkat, masyarakat dapat membelanjakan makanan yang bergizi yang pada akhirnya akan mempengaruhi produktivitas kerja yang dapat mempengaruhi pula tingkat pendapatan. Untuk lebih meningkatkan kesejahteraan masyarakat diperlukan investasi yang cukup memadai sehingga secara nasional diperlukan tingkat tabungan yang cukup untuk meningkatkan pendapatan per kapita. Itulah mengapa perlu terus menerus diupayakan untuk meningkatkan pendapatan, karena pendapatan yang tinggi akan memotong lingkaran setan tersebut.
Dengan demikian dapat dipahami bahwa pembangunan seharusnya diartikan lebih dari sekedar memenuhi kebutuhan materi tetapi lebih merupakan proses multidimensi yang meliputi perubahan organisasi dan orientasi dari seluruh sistem sosial, politik, dan ekonomi. Untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat, bukan hanya untuk menciptakan peningkatan produksi nasional riil, tetapi juga harus ada perubahan pada kelembagaan, struktur administrasi, perubahan sikap dan kebiasaan.
Pemahaman adanya relasi kuat antara wawasan kebangsaan, dan adanya relasi antar berbagai sub sistem yang ada dalam sebuah negara bangsa harus difahami dengan baik oleh kita semuanya.
Hipakad sebagai salah satu unsur penting dalam sub sistem kenegaraan dan kebangsaan harus mampu mengambil peran yang tepat dalam relasi seperti ini.
Eksistensi Hipakad harus manpu mewarnai berkembangnya pemahaman wawasan kebangsaan dan berjalannya relasi antar sub sistem kenegaraan dan kebangsaan dengan baik.
Pengukuhan eksistensi Cabang Distrik Hipakad Bekasi ini merupakan sebuah tolok ukur penting eksistensi DPW Hipakad Jawa Barat dan bahkan menjadi indikator penting eksistensi Hipakad di tingkat Nasional.
Menunjukkan bahwa Hipakad mulai bergerak ikut serta menjalankan sub sistem penting dalam kerangka pemahaman sub system kenegaraan dan bahkan merealisasikan bagaimana wawasan kebangsaan ini akan dibentuk.
Eksistensi Hipakad ini sedikit banyak akan membendung Fenomena kemerosotan rasa, paham dan semangat kebangsaan dewasa ini, yang sesungguhnya mengindikasikan belum terealisasinya wawasan kebangsaan secara baik, sistimatis dan terprogram sehingga nilai-nilai wawasan kebangsaan yang diharapkan bisa mengintergrasikan sekaligus mewadahi semua keanekaragaman serta perbedaan bangsa belum dapat teraktualisasikan sesuai dgn kultur dan struktur masyarakat bangsa indonesia.
Diharapkan Hipakad akan mampu mendorong wawasan kebangsaan yang mendorong pembentukan jati diri bangsa indonesia yang berdasar pada pancasila yang akan memperkuat eksistensi bangsa. Karena bangsa yang tidak memiliki jati diri tidak akan eksis dalam khidupan brbangsa dn negara . dan bahkan dalam percaturan global
Jati diri bangsa juga akan menjadi cermin kondsi bangsa, menentukan daya juang, kekuatan bangsa. Dan bahkan jati diri bangsa akan menjadi sebuah unsur Deferensiasi: yang membedakan dengan bangsa lain, pancasila sebagai pembeda dengan bangsa lain dan menjadi kebanggaan bagi bangsa dan negara.
Akhirnya dengan memohon Pertolongan Kepada Allah Tuhan Yang Maha Esa, perjuangan kita semua dalam mempertahankan eksistensi kebangsaan ini, kiranya akan mendapatkan bantuan dan keberkahan.
Demikian arahan dari saya, atas perhatiannya saya ucapkan terima kasih.
Wassalamualaikum Wr wb.