Cari Blog Ini

Jumat, 23 Juli 2021

Cetak Biru Bisnis Satelit Indonesia

Cetak Biru Bisnis Satelit Indonesia 

First Published, Posted: Agustus 13, 2012 in Bisnis Dan Industri Telekomunikasi Oleh : Gempar Ikka Wijaya



Posisi Ideal Peluncuran Satelit Indonesia

Tingkat kegagalan peluncuran satelit di luar khatulistiwa sebenarnya jauh lebih besar, sehingga kegagalan peluncuran Satelit Telkom 3  sudah menjadi sebuah kejadian yang diramalkan secara teknis sebagai hal yang lumrah terjadi.

Satelit yang dibangun oleh ISS Reshetnev (Russia) dengan perlengkapan komunikasi oleh Thales Aleniaspace (Italia) memiliki total biaya pembangunan hingga peluncuran setara Rp 1,9 trilyun (US $ 200 juta, pada kurs US $ 1 = Rp 9.500). Dalam proses penempatan di orbitnya, Satelit Telkom-3 yang seharusnya menempati orbit geostasioner gagal menempati orbit tersebut. Orbit GSO atau geostasioner adalah yakni orbit berbentuk lingkaran yang terletak pada ketinggian 35.786 km tepat di atas garis khatulistiwa, dalam orbit ini periode revolusi satelit tepat sama dengan periode rotasi Bumi, yakni 23 jam 54 menit 4 detik.

Agar bisa mengirim muatannya ke orbit geostasioner dengan sempurna, roket pendorong Briz-M Phase II upperstage harus dinyalakan secara bertahap hingga lima kali tahapan dengan total waktu penyalaan hingga 50 menit. Penyalaan pertama berjalan dengan lancar. Demikian halnya penyalaan kedua, yang berlangsung pada 7 Agustus 2012 pukul 02:38 WIB dan berlangsung selama 17 menit 55 detik. Suksesnya penyalaan kedua menyebabkan Briz-M terdorong hingga menempati orbit lonjong dengan perigee 266 km dan apogee 5.014 km. Namun kedua sukses ini tidak diikuti oleh penyalaan ketiga. Pada pukul 06:00 WIB pada saat roket berada di atas Chile, penyalaan tahap ketiga Briz-M dimulai. Seharusnya roket Briz-M menyala selama 18 menit 7 detik, namun saat baru berjalan 7 detik mendadak mesin roketnya mati tanpa bisa dinyalakan lagi. Implikasinya, Briz-M pun segera melepaskan satelit Telkom-3 dan 30 menit kemudian menyusul satelit Ekspress-MD2 dan diakhiri dengan pelepasan tanki bahan bakar tambahan.

Kegagalan Satelit Telkom-3 mencapai orbitnya adalah kegagalan yang kesekian kalinya dalam sejarah Satelit Indonesia. Satelit Palapa B-2 adalah Satelit pertama yang juga perah gagal lepas dari orbit Geostasioner pada kisaran dekade 1980-an. Kegagalan yang terjadi kali ini hanyalah sebuah pengulangan saja, meskipun menjadi sebuah catatan yang ironis. Pada kisaran dekade 1990-an sebuah satelit yang diluncurkan Indonesia Cakrawarta juga mengalami interferensi parah dengan Satelit Tonga yang diluncurkan dalam posisi sangat berdekatan dengan Cakrawarta, sehingga beberapa transpondernya mati karena interferensi. Demikian pula satelit Palapa C-1 yang gagal dilakukan proses recharging batteraynya sehingga Satelit palapa C-1 dinyatakan tidak layak digunakan kembali pada tahun 1998, setelah 2 tahun beroperasi sejak tahun 1996.


Tidak Mengambil Manfaat Dari Bisnis Satelit

Meski termasuk negara pertama yang memiliki Satelit Telekomunikasi di Asia, Indonesia masih belum memiliki blue print arah pengembangan  bisnis satelit yang jelas. Industri satelit masih sangat minim berkembang di Indonesia. satelit yang dirancang Lapan, masih hanya menjadi sebuah Satelit yang jauh dari dapat diunggulkan secara komersial, atau memang sengaja tidak akan dikembangkan untuk kebutuhan komersial.

Harga krang lebih 200-300 juta US Dollar sebuah satelit atau setara dengan 1,8 -1,9 Trilyun rupiah tidak terlalu berarti bagi perusahaan pemilik satelit (Baca: Telkom, dan operator satelit lain di Indonesia), karena nilai bisnisnya yang jauh lebih besar dari nilai 1,8 Trilyun tersebut.

 


 

Tidak ada yang kemudian berani memikirkan lebih berani untuk mengembangkan industri Satelit Nusantara dan membelanjakan nilai yang sangat besar itu untuk kebutuhan pengembangan indusri dalam negeri. Padahal lebih dari selusin Satelit yang saat ini telah dimiliki oleh Indonesia. Akan tetpi jauh lebih mudah membeli dibandingkan dengan mengembangkan industrinya di dalam negeri dan membiarkan riset LAPAN hanya dalam kisaran riset dan pengembangan riset yang sangat terbatas.


Perlu Blue Print Pengembangan Industri Satelit Nasional

Posisi Indonesia sangat strategis di khatulistiwa membuat jarak ke arah orbit geostasioner jauh lebih dekat dibandingkan dengan lokasi lain di dunia. Beberapa dekade tahun yang lalu sebuah rencana pengembangan Biak sebagai sentra peluncuran Satelit gagal direalisasikan, karena memang tidak pernah ada keseriusan dan keberanian mengemban amanah industri telekomunikasi nasional yang mandiri.

Secara perhitungan resiko teknis dan bisnis, Biak memiliki tingkat keamanan yang lebih dalam proses peluncuran Satelit, karena jaraknya yang sangat dekat dengan orbit GSO dan posisi tepat di bawah khatulistiwa. beberapa negara seperti China, India, Jepang, Rusia, Eropa, bahkan Amerika bisa memilih Biak untuk lokasi peluncuran Satelitnya, akan tetapi hal ini tidak dilakukan, karena latar belakang kelemahan marketing atau ketidakpedulian pada keunggulan posisi Indonesia terhadap orbit GSO. Dengan sebuah kemasan marketing yang bagus Kominfo atau Sekretariat negara secara ideal dapat menawarkan lokasi ini untuk pengembangan industri dalam negeri. Akan tetapi dalam kenyataannya memang tidak lah mudah mengemas sebuah kelebihan negara sendiri untuk kepentingan yang jauh lebih besar lagi.

Sebuah dokumen tentang Road Map satelit Indonesia pada tahun 2008 yang lalu disusun oleh Kominfo via Dirjen Postel, akan tetapi dokumen 53 halaman tersebut gagal memetakan dan memberikan gambaran arahan pengelolaan industri Nasional satelit Indonesia yang lebih fokus dan terarah. Bagaimana memanfaatkan teknologi Satelit Komunikasi untuk mendukung ekonomi, pemanfaatan satelit untuk eksploitasi berbagai sumber daya nasional dan dalam rangka peningkatan daya saing nasional juga tidak disentuh dalam road
map tersebut. Bahkan yang paling sederhana jika sebuah peluncuran satelit kemudian gagal seperti kasus Telkom-3, tidak pernah ada kajian mendalam mengenai proses back up jika proses perencanaan sederhana dalam Road map
tersebut gagal direalisasikan.

Meski secara jujur perencanaan dan perhitungan kebutuhan satelit untuk kebutuhan Teknologi Informasi Nasional sudah dihitung dengan cukup lengkap, akan tetapi kebutuhan non TIK yang memiliki dimensi sangat beragam dan luas, gagal dipotret dan direncanakan dengan baik. Dokumen Road map yang seharusnya mampu memberikan perspektif pemanfaatan satelit bagi peningkatan daya saing secara luas non TIK gagal dipotret dalam dokumen tersebut. (GIW)

 


 


 


 


 

Daftar Satelit-satelit Milik Indonesia sebuah Catatan Sejarah

Lebih dari selusin Satelit saat ini telah dimiliki Indonesia.
Sebagai negera pemilik Satelit ketiga di dunia Indonesia
termasuk negara yang paling maju dalam bisnis dan pengoperaasian
Satelit Telekomunikasi. Berikut adalah daftar Satelit milik
Indonesia yang pernah diluncurkan dan atau sedang beroperasi
atau yang telah usai beroperasi.


No.     Nama     Mulai Operasi
(diluncurkan)     Akhir Operasi     Slot Orbit     Pengelola     Wahana luncur     Pembuat     Keterangan
1.     Palapa A1     8 Juli 1976     Juni 1985[1]     83° BT     Perumtel     Delta-2914     Hughes (HS-333)[2]     Diluncurkan dari Kennedy Space Center, Tanjung Canaveral, Amerika Serikat.
2.     Palapa A2     10 Maret 1977     Januari 1988[1]     77° BT     Perumtel     Delta-2914     Hughes (HS-333)[2]     Diluncurkan dari Kennedy Space Center.
3.     Palapa B1     18 Juni 1983[3]     1990     108° BT     Perumtel     Challenger F2
(STS-7)     Hughes (HS-376)[2]     Diluncurkan menggunakan pesawat ulang-alik.
4.     Palapa B2     3 Februari 1984
8:00 EST     Gagal         Perumtel     Challenger F4
(STS-41-B)     Hughes (HS-376)[2]     dilepas dari wahana pada 16:00 EST[4], gagal dan dijemput oleh STS-51A pada November 1984[1]
5.     Palapa B2P     21 Maret 1987     Februari 1996[1]     113° BT     Perumtel
Satelindo     Delta 6925     Hughes (HS-376)     Beralih kepemilikan ke Satelindo pada 1993,[2] dan diganti Palapa C1.[1]
6.     Palapa B2R     13 April 1990     2000     108° BT     Perumtel     Delta 6925     Hughes (HS-376)     Merupakan Palapa B2 yang diperbaiki oleh Sattel Technologies,[1]
7.     Palapa B4     14 Mei 1992
7:40 WIB[5]     2005[2]     118° BT     Telkom     Delta II-7925     Hughes (HS-376)     Diluncurkan dari Kennedy Space Center.
8.     Palapa C1     31 Januari 1996     1999     113° BT     Satelindo     Atlas-2AS     Hughes (HS-601)     Diluncurkan dari Tanjung Canaveral LC-36B.[6]
Gagal beroperasi sehingga pada Januari 1999 beralih kepemilikan ke Hughes dan berganti nama menjadi HGS3.
Desember 2000 disewa Kalitel dari AS di 50º BT dan menjadi Anatolia 1, Agustus 2002 disewa Pakistan di 38ºBT menjadi Paksat1.[7]
9.     Palapa C2     15 Mei 1996     2011[6]     113° BT     Satelindo
Indosat     Ariane-44L H10-3     Hughes (HS-601)     Diluncurkan dari Kourou, Guyana Perancis.[6]
Orbit akan dipindahkan ke 105,5° BT karena 113° BT akan ditempati Palapa D.[8]
10.     Indostar I (Cakrawarta I)     12 November 1997     2011     107,7° BT[9]     Indovision     Ariane-44L H10-3[10]     CTA -> Orbital Sciences Corporation (OSC)
(Star-1)     Diluncurkan dari dari Kourou, Guyana Perancis.
11.     Telkom-1     12 Agustus 1999,
21:48 UTC     2016     108° BT     Telkom     Ariane IV     Lockheed Martin
(A2100A)[2]    
12.     Garuda-1     12 Februari 2000[11]     2015     123° BT[12]     Asia Cellular Satellite (ACeS)     Proton K Blok-DM3     Lockheed Martin
A2100AXX[13]     ACeS adalah patungan PSN dan perusahaan asing.[14]
Diluncurkan dari Baikonur Cosmodrome, Kazakhstan.
13.     Telkom-2     16 November 2005     Beroperasi     108° BT     Telkom     Ariane V     Orbital
(Starbus 2)[2]     Diluncurkan dari dari Kourou, Guyana Perancis.
14.     INASAT-1     2006                         Satelit pertama buatan Indonesia.
15.     LAPAN-TUBSAT(Lapan A-1)     2007                         Satelit mikro pertama Indonesia.untuk melakukan identifikasi gerak kapal laut, identifikasi bencana, dan sebagainya
16.     Indostar II (Cakrawarta II)     16 Mei 2009, 7:58 WIB     2024     107,7° BT     Indovision     Proton-M Briz-M     Boeing
(BSS-601HP)     Diluncurkan dari Baikonur Cosmodrome (LC-200/39), Kazakhstan.[15][16]The Indostar 2 / ProtoStar 2 was launched in 2009. In Late 2009 the satellite was sold in an auction to SES after the ProtoStar venture succumbed to multiple frequency-coordination issues. The satellite was renamed SES 7in May 2010.The spacecraft was originally built as Galaxy 8iR, which was cancelled in 2004. For use as ProtoStar 2 the payload was modified to contain 10 S-band transponders, which will act as a replacement for the Indostar 1 satellite. The S-band payload is operated under the name of Indostar 2 (Cakrawarta 2).
17.     Palapa D     31 Agustus 2009 16:28 WIB     2024     113° BT     Indosat     Long March 3B     Thales Alenia Space
(Spacebus-4000B3)     Diluncurkan dari Xichang Satellite Launch Center (XSLC), Cina.
Menggeser orbit Palapa C2 dari 113° BT ke 105,5° BT.
18.     Telkom-3     2011     2026     ?     Telkom     Proton-M Briz-M     ISS Reshetnev
(Ekspress-1000N)
& Alcatel (Payload)     Proses tender selesai pada Desember 2008.Gagal dalam peluncuran
19.     Lapan A-2     Juni 2013                         Peluncuran dari Indiamitigasi bencana. Satelit ini memiliki sensor Automatic Identification System (AIS) untuk identifikasi kapal layar yang melintas di wilayah yang dilewati satelit tersebut



Satelit Palapa

Satelit pertama diluncurkan pada tanggal 8 Juli 1976 oleh roket
Amerika Serikat dan dilepas di atas Samudera Hindia pada 83° BT.
Satelit pertama dari 2 satelit itu bertipe HS-333 dan bermassa 574 kg.

Kemudian 4 satelit dari seri kedua dibuat, yang kesemuanya dari tipe
Hughes HS-376. Ketika peluncuran Palapa B2 gagal, satelit ke-3
diatur. Awalnya bernama Palapa B3 dan dijadwalkan untuk STS-61-H,
akhirnya diluncurkan sebagai Palapa B2P. Sementara itu Palapa B2
diperbaiki kembali oleh STS-51-A, diperbaharui dan diluncurkan lagi
sebagai Palapa B2R.

Palapa B2 adalah satelit generasi kedua yang dibuat oleh Boeing
Satellite Development Center untuk Perumtel.[1] Satelit ini
diluncurkan pertama kali pada tahun 1984. Setelah gagal dalam
peluncurannya, pada tahun 1990 satelit ini diluncurkan kembali
dengan nama Palapa B2R.[2]

Satelit Palapa B2 beroperasi di frekuensi C-band, dan menerima
frekuensi dari 5,925 GHz sampai 6,415 GHz dan memiliki transmisi
dari 3,7 GHz sampai 4,2 GHz. Satelit ini memancarkan sinyal
cukup kuat di Indonesia dan beberapa wilayah dari negara-negara
ASEAN termasuk Papua Nugini.

Palapa B2 memiliki diameter 7 kaki 1 inci dan tinggi 9 kaki 4 inci
dalam posisi tersimpan. Dengan antena selebar 6 kaki dan panel
surya luar yang diperpanjang.

Satelit ini memiliki panjang 22 kaki 10 inci dengan pesawat
luar angkasa. Beratnya 1.525 pound pada awal kehidupan di orbit.
Empat pendorong menggunakan propelan hidrazin memberikan
stationkeeping dan kontrol sikap selama hidup satelit.
Dua panel sel surya menghasilkan 1.100 watt daya listrik pada
awal kehidupan di orbit. Empat pendorong menggunakan propelan
hidrazin memberikan stationkeeping dan kontrol sikap selama
hidup satelit. Dua panel sel surya menghasilkan 1.100 watt daya
listrik pada awal kehidupan di orbit. Baterai nikel kadmium Dua
memberikan kekuatan penuh selama gerhana ketika pesawat antariksa
melewati bayangan Bumi.

Setelah gagal dalam peluncurannya satelit Palapa B2 Dibeli dan
didaur ulang oleh Sattel Technologies kemudian dibeli kembali oleh
Perumtel pada tahun 1990 dengan nama Palapa B2R.

1. Satelit Palapa A1  tahun 1976 – Satelit pertama di Indonesia

2. Sateli Palapa A2 (1977)

Palapa A2 adalah satelit komunikasi milik Indonesia dan dioperasikan
oleh Perumtel. Palapa A2 diluncurkan pada tanggal 10 Maret 1977 dengan
roket Delta 2914 dan beroperasi di orbit 77 BT sejak tanggal 11
Maret 1977 hingga bulan Januari 1988, 4 tahun melewati masa operasional
yang direncanakan.

Satelit Palapa A2 1977

Program satelit Palapa A dimulai saat Pemerintah Indonesia memberikan
2 kontrak terpisah pada Boeing Satellite Systems (dahulu dikenal
dengan Hughes Space and Communication Inc.) dari Amerika Serikat untuk
menyediakan 2 satelit (Palapa A1 dan A2), sebuah stasiun kontrol
utama untuk kedua satelit tersebut dan 9 stasiun bumi. Pembangunan
10 stasiun tersebut diselesaikan dalam waktu 17 bulan, salah satu
yang tercepat bagi Boeing. Pada kontrak terpisah, dibangun total
30 stasiun bumi lainnya untuk dioperasikan oleh Perumtel.
Nama Palapa sendiri dipilih oleh Presiden Suharto pada
bulan Juli 1975. Satelit Palapa A2 dimaksudkan sebagai cadangan
dan siap untuk dioperasikan apabila Palapa A1 mengalami kegagalan,
atau jika permintaan pasar tidak dapat lagi diakomodasi oleh Palapa A1.


3. Satelit Palapa B2P (1987)

Satelit Palapa B2P adalah satelit yang mengitari orbit
geosynchronous dan bergerak dari barat ke timur dengan kecepatan
yang sama dengan rotasi Bumi. Satelit ini terletak pada
ketinggian 36.000km diatas khatulistiwa pada lokasi 113°BT dan
dikendalikan oleh stasiun yang terletak di Bumi tepatnya di
daerah Cibinong. Satelit Palapa merupakan satelit relay bagi
stasiun bumi yang selanjutnya memancarkan kembali siaran ke televisi
dengan transponder Palapa yang bekerja pada jarak 6 gigahertz dengan
kekuatan pancar 10 watt.

Satelit Palapa B2P yang sesungguhnya dibuat untuk keperluan domestik
serta ditujukan untuk disewakan ke mancanegara ternyata mampu
menjaring bisnis yang sangat baik, dan karenanya Palapa B2P menjadi
satelit rebutan. Para penyelenggara penyiaran (CNN, ESPN)
menggunakan Palapa B2P, sehingga masyarakat yang berada dalam area
cakupan Palapa B4 dapat menerima program-progam mereka.

4. Satelit Palapa C1 (1996)

Satelit Palapa C1 1996

Satelit Palapa C1 adalah satelit komunikasi pertama dalam generasi
Palapa C yang dimiliki dan dioperasikan oleh PT. Satelit Palapa
Indonesia (Satelindo). Palapa C1 diproduksi oleh Hughes
(Amerika Serikat, AS) dan diluncurkan pada tanggal 31 Januari 1996
di Kennedy Space Center, Tanjung Canaveral (LC-36B) AS, menggunakan
roket Atlas 2AS. Satelit ini dimaksudkan sebagai pengganti
satelit Palapa B4 pada Orbit Geo Stasioner slot 113º BT dengan
rentang operasi selama 7 tahun. Namun setelah terjadi kegagalan
pengisian battery pada tanggal 24 November 1998 akhirnya
Palapa C1 dinyatakan tidak layak beroperasi dan
digantikan oleh Palapa C2.

5. Satelit Palapa C2 (1996)

Satelit Palapa C2 1996

Satelit Palapa C2 adalah satelit komunikasi kedua dalam
generasi Palapa C yang dimiliki dan dioperasikan oleh PT. Satelit
Palapa Indonesia (Satelindo). Palapa C2 diproduksi oleh
Hughes (Amerika Serikat, AS) dan diluncurkan pada
tanggal 15 Mei 1996 di Kourou, Guyana Perancis (Ko ELA-2),
menggunakan roket Ariane-44L H10-3. Satelit ini beroperasi pada
Orbit Geo Stasioner slot 113º BT di ketinggian 36.000 km di atas
permukaan bumi. Operasional satelit ini berpindah tangan ke
PT. Indosat Tbk. akibat penggabungan Satelindo dengan Indosat.
Demi memberi tempat bagi Satelit Palapa D, rencananya orbit
satelit ini dipindah ke 105,5° BT.

6. Satelit TELKOM-2 (2005)

Satelit TELKOM-2 2005

Telkom-2 adalah satelit yang diluncurkan Telkom ke angkasa
untuk menggantikan satelit Palapa B4. Satelit ini dibawa ke
angkasa dengan menggunakan roket Ariane 5 dari Kourou di
Guyana Perancis pada tanggal 16 November 2005.

Telkom-2 memiliki umur operasi selama 15 tahun dan bernilai
sekitar 170 juta dolar AS. Sekitar 70 persen kapasitas transponder
Telkom-2 akan disewakan kepada pihak luar.

Dari 30 persen kapasitas yang akan digunakan sendiri oleh Telkom,
satelit buatan Orbital Sciences Corporation ini diharapkan
akan mendukung sistem komunikasi transmisi backbone yang meliputi
layanan telekomunikasi sambungan langsung jarak jauh (SLJJ),
sambungan langsung internasional (SLI), internet, dan
jaringan komunikasi untuk kepentingan militer.

Satelit ini akan beredar di orbit 118° BT dengan kapasitas 24
transponder C-band dan berbobot 1.975 kg. Daya jangkaunya mencapai
seluruh ASEAN, India dan Guam.

7. Satelit INASAT-1 (2006) Satelit Pertama buatan Indonesia

INASAT-1 adalah Nano Hexagonal Satelit yang dibuat dan didesain
sendiri oleh Indonesia untuk pertama kalinya. INASAT-1 merupakan
satelit metodologi penginderaan untuk memotret cuaca buatan LAPAN.

Satelit INASAT-1 2006 Satelit Pertama buatan Indonesia

Selain itu INASAT-1 adalah satelit Nano alias satelit yang menggunakan
komponen elektronik berukuran kecil, dengan berat sekitar 10-15 kg.
Satelit itu dirancang dengan misi untuk mengumpulkan data yang
berhubungan erat dengan data lingkungan (berupa fluks magnet
didefinisikan sebagai muatan ilmiah) maupun housekeeping yang
digunakan untuk mempelajari dinamika gerak serta
penampilan sistem satelit.

Adapun satelit itu dirancang bersama oleh PT Dirgantara Indonesia dan
Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN), khususnya Pusat
Teknologi Elektronika (Pustek) Dirgantara. Berbekal nota kesepakatan
antara LAPAN, Dirgantara Indonesia, serta dukungan dana dari
Riset Unggulan Kemandirian Kedirgantaraan 2003, maka dimulailah
rancangan satelit Nano dengan nama Inasat-1 (Indonesia Nano Satelit-1).

Dari segi dinamika gerak akan diketahui melalui pemasangan sensor
gyrorate tiga sumbu, sehingga dalam perjalanannya akan diketahui
bagaimana perilaku geraknya. Penelitian dinamika gerak ini menjadi
hal yang menarik untuk satelit-satelit ukuran Nano yang terbang
dengan ketinggian antara 600-800 km.

8. Satelit LAPAN-TUBSAT (2007) Satelit Mikro Pertama di Indonesia.

LAPAN-TUBSAT adalah sebuah satelit mikro yang dikembangkan Lembaga
Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN) bekerja sama dengan
Universitas Teknik Berlin (Technische Universität Berlin; TU Berlin).
Wahana ini dirancang berdasarkan satelit lain bernama DLR-TUBSAT,
namun juga menyertakan sensor bintang yang baru. Satelit
LAPAN-TUBSAT yang berbentuk kotak dengan berat 57 kilogram
dan dimensi 45 x 45 x 27 sentimeter ini akan digunakan untuk
melakukan pemantauan langsung situasi di Bumi seperti kebakaran
hutan, gunung berapi, banjir, menyimpan dan meneruskan pesan
komunikasi di wilayah Indonesia, serta untuk misi komunikasi bergerak.

Satelit LAPAN TUBSAT 2007 Satelit Mikro Pertama di Indonesia

LAPAN-TUBSAT membawa sebuah kamera beresolusi tinggi dengan daya
pisah 5 meter dan lebar sapuan 3,5 kilometer di permukaan Bumi
pada ketinggian orbit 630 kilometer serta sebuah kamera
resolusi rendah berdaya pisah 200 meter dan lebar sapuan 81 kilometer.

Manuver attitude ini dilakukan dengan menggunakan attitude control
system yang terdiri atas 3 reaction wheel, 3 gyro, 2 sun sensor,
3 magnetic coil dan sebuah star sensor untuk navigasi satelit.
Komponen-komponen inilah yang membedakannya dengan satelit mikro
lain yang hanya mengandalkan sistem stabilisasi semi pasif
gradien gravitasi dan magneto torquer, sehingga sensornya hanya
mengarah vertikal ke bawah.

Sebagai satelit pengamatan, satelit ini dapat digunakan untuk
melakukan pemantauan langsung kebakaran hutan, gunung meletus,
tanah longsor dan kecelakaan kapal maupun pesawat.
Tapi pengamatan banjir akan sulit dilakukan karena kamera tidak
bisa menembus awan tebal yang biasanya menyertai kejadian banjir.

9. Indostar II / Cakrawarta II (2009)

Indostar II Cakrawarta II 2009

Indostar II atau Cakrawarta II adalah satelit yang diluncurkan
oleh PT Media Citra Indostar (MCI) yang mengelola dan
mengoperasionalisasi satelit Indovision. Satelit ini diluncurkan
dengan menggunakan roket peluncur Proton Breeze milik Rusia dan
lepas landas melalui Baikonur Cosmodome di Kazahkstan.
Peluncuran satelit Indostar II ini telah berlangsung
pada tanggal 16 Mei 2009.

10. Satelit Palapa D (2009)
Satelit Palapa D 2009

Satelit Palapa D (kode internasional = 2009-046A) adalah satelit
komunikasi Indonesia yang dimiliki dan dioperasikan oleh PT. Indosat Tbk
dan diluncurkan pada tanggal 31 Agustus 2009 pukul 16:28 WIB di
Xichang Satellite Launch Center (XSLC) menggunakan roket Long March
(Chang Zheng) 3B. Satelit ini dibuat oleh Thales Alenia Space,
Perancis, dan dimaksudkan sebagai pengganti satelit Palapa C2 pada
Orbit Geo Stasioner slot 113º BT yang akan selesai masa operasionalnya
pada tahun 2011.

Palapa D dipesan[1] pada tanggal 29 Juni 2007 oleh perusahaan
Indonesia PT Indosat Tbk, kepada Thales Alenia Space. Itu adalah
Spacebus 4000B3 yang akan dibuat di Pusat Luar Angkasa Cannes Mandelieu.

(GIW)
 

 

 

Baca Juga : Dukungan Untuk Mas Isfan Fadjar Mengalir Dari DPC Dan DPD Seluruh Indonesia

Bandung, Hipakad (20/05)

Dukungan dari DPD dan DPC seluruh Indonesia ini disambut gembira oleh seluruh anggota.

First Published 20/05/2021, 03.34 AM