News Analysis
Story Of Astra Zeneca Vaksin : Saat Talenta Produksi Vaksin Indonesia, Terbuka Secara Internasional
1. Sosok Penting Di Balik Vaksin Astra Zeneca, Ada Orang Indonesia (www.viva.co.id, (19/07/2021))
2. Profil Indra Rudiansyah, Anak Bangsa di Balik Vaksin AstraZeneca (20/0/2021)
3. Indra Rudiansyah, Mahasiswa Indonesia Tim Pembuat Vaksin Astra Zeneca (Media Indonesia, 17/06/2021)
4. Politisi PKS Kritik Erick Thohir Yang Minta Peneliti Astra Zeneca Pulang Ke Indonesia (Tribun, 24/06/2021)
5. Atasi Pandemi Covid-19, Mulyanto Minta Pemerintah Kurangi ‘Gimmick’
(www.dpr.go.id, 26-07-2021 / KOMISI VII)
Deskripsi
1. Sosok Penting Di Balik Vaksin Astra Zeneca, Ada Orang Indonesia (www.viva.co.id, (19/07/2021))
2. Profil Indra Rudiansyah, Anak Bangsa di Balik Vaksin AstraZeneca (20/0/2021, 06.26 WIB, Oleh : Ezra Sihite)
https://www.viva.co.id/berita/dunia/1388779-profil-indra-rudiansyah-anak-bangsa-di-balik-vaksin-astrazeneca
VIVA – Sepuluh jam menghabiskan waktu di laboratorium menjadi makanan sehari-hari bagi Indra Rudiansyah dalam setahun terakhir. Mahasiswa S3 jurusan Clinical Medicine itu kini sedang menempuh ilmu di Universitas Oxford. Dia juga menjadi bagian dari tim di Jenner Institute yang bekerja keras membuat vaksin AztraZeneca bikinan Oxford itu.
Kini AstraZeneca sudah digunakan banyak orang di dunia termasuk di Indonesia untuk menekan penularan virus Corona COVID-19 yang tengah mewabah.
Indra Rudiansyah merupakan mahasiswa doktoral penerima beasiswa LPDP sebagaimana dikutip dari akun Facebook resmi LPDP. Indra sebelumnya menempuh ilmu dengan gelar S1 Mikrobiologi dan S2 Bioteknologi di ITB dan lulus dengan predikat cum laude. Kemudian dia menjadi tim peneliti di Jenner Institute bergabung dalam tim yang dipimpin Sarah Gilbert, profesor tim peneliti AstraZeneca.
Beberapa waktu lalu Sarah Gilbert dan tim menjadi sosok yang mendapatkan tepukan meriah di event Wimbledon lantaran dia menyerahkan hak paten vaksin AstraZeneca kepada publik sehingga vaksin itu lebih mudah dan murah untuk diproduksi demi penanganan pandemi global.
Pembuatan vaksin sendiri sejatinya butuh waktu 5 tahun namun karena keperluan mendesak, peneliti bekerja keras mewujudkan vaksin COVID-19 itu dalam waktu 6 bulan. Setelah disetujui WHO dan uji klinis maka didistribusikan.
Sementara Indra sendiri adalah satu-satunya orang Indonesia dalam tim pembuat vaksin AstraZeneca itu. Dia mahasiswa tahun ketiga yang masuk dalam peneliti Jenner Institute. Dia banyak melakukan riset dalam vaksin untuk penyakit pandemik. Indra diketahui menempuh pendidikan di Oxford program Clinical Medicine.
Di Oxford, dia fokus pada pengembangan vaksin Malaria hingga kondisi pandemi membuat dia dan tim penelitinya harus meneliti hingga bisa mewujudkan vaksin COVID-19 karena dunia tengah ditimpa wabah Corona. Indra berperan penting dalam menganalisis data respons tubuh para relawan vaksin. Dia bergabung awal Mei 2020. Sementara ratusan peneliti bergabung agar vaksin bisa dihasilkan lebih cepat.
"Biasanya uji klinis vaksin pertama butuh waktu 5 tahun tapi tim ini bisa menyelesaikan dalam waktu 6 bulan," dikutip dari laman LPDP.
4. Politisi PKS Kritik Erick Thohir Yang Minta Peneliti Astra Zeneca Pulang Ke Indonesia (Tribun, 24/06/2021)
5.
Atasi Pandemi Covid-19, Mulyanto Minta Pemerintah Kurangi ‘Gimmick’(www.dpr.go.id, 26-07-2021 / KOMISI VII)
https://www.dpr.go.id/berita/detail/id/33913/t/Atasi+Pandemi+Covid-19%2C+Mulyanto+Minta+Pemerintah+Kurangi+%E2%80%98Gimmick%E2%80%99
Anggota Komisi VII DPR RI Mulyanto menilai rencana Menteri BUMN Erick Thohir memanggil pulang mahasiswa Indonesia yang sekarang berkiprah di lembaga riset internasional tidak lebih dari sekedar gimmick, yang tidak berdampak terhadap upaya penanggulangan Covid-19 di dalam negeri.
“Persoalan kita hari ini bukan kekurangan tenaga peneliti, tapi kekurangan anggaran dan fasilitas penunjang untuk riset. Percuma mereka dipanggil pulang kalau dukungan fasilitas dan pendanaan riset belum memadai. Hasilnya akan sama saja,” kritik Mulyanto dalam keterangan persnya yang diterima Parlementaria, Senin (26/7).
Dilanjutkannya, saat ini Indonesia memiliki banyak tenaga peneliti yang andal. Mereka memiliki latar belakang pendidikan dan pengalaman kerja di lembaga riset internasional. Beberapa di antaranya bahkan mendapat penghargaan internasional. “Kemampuan peneliti dalam negeri sekarang sudah sangat memadai. Masalahnya pemerintah masih setengah hati dalam membangun ekosistem ristek nasional," tegasnya.
Doktor nuklir lulusan Tokyo Institute of Tehcnology ini menyebut pengelolaan bidang riset di Indonesia masih belum optimal. Apalagi saat ini Kementerian Riset dan Teknologi dibubarkan, diganti dengan lembaga setingkat badan. Kemudian lembaga riset prestius seperti BPPT, LIPI, BATAN, dan LAPAN akan dilebur ke dalam BRIN.
Menurutnya, perubahan struktur kelembagaan ristek sangat berpengaruh terhadap produktivitas riset. "Belum lagi soal anggaran dan fasilitas penelitian, sangat miris kita melihatnya. Masa anggaran buzzer lebih besar daripada anggaran riset vaksin. Padahal hasil vaksin lebih diperlukan rakyat daripada hasil kerja buzzer. Bagaimana mungkin riset kita bersaing dengan negara lain kalau ekosistem ristek semakin merosot," kritiknya.
Politisi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) itu minta pemerintah fokus menanggulangi pandemi ini berdasarkan hasil kajian ilmiah para ahli peneliti (scientific based). Ajak para peneliti untuk merumuskan upaya terpadu untuk menanggulangi masalah ini, alias Jangan terlalu banyak gimmick yang hanya tebar pesona.
Mantan sekretaris Menristek ini mendesak pemerintah mempercepat riset dan produksi vaksin Merah Putih yang dimotori Lembaga Biologi Molekuler Eijkman. Berikan dukungan fasilitas dan anggaran yang cukup agar para peneliti dapat menyelesaikan tugas mereka dengan baik.
Sebelumnya diberitakan Menteri BUMN Erick Thohir meminta Indra Rudiansyah agar kembali ke Indonesia untuk membantu meneliti dan mengembangkan vaksin di Indonesia. Indra adalah mahasiswa Indonesia yang sedang melanjutkan kuliah S3 di Oxford, dan diketahui menjadi salah satu peneliti vaksin AstraZeneca(ayu/sf)
ANALYSIS
News Analysis
Teknologi pembuatan Vaksin adalah teknologi yang langka dikuasai. Bahkan pada masa saat ini tak banyak negara yang mampu menguasai dengan baik proses pembuatan Vaksin.
Mantan Direktur Riset Biofarma, Dr. Alvin, kepada Informatika Newsline, memberikan penjelasan detil teknis bagaimana produksi vaksin di lingkungan Biofarma, serta peta teknologi pembuatan Vaksin di dunia.
Biofarma saat ini adalah perusahaan kampiun yang bahkan Vaksin nya telah digunakan di lebih dari 200 negara di dunia. Biofarma bukan sebuah BUMN "kaleng-kaleng" biasa. Ratusan kuda, ternak, sapi, kambing, kelinci dan sekian jenis hewan lain dipelihara di puluhan hektar, bahkan mungkin mencapai ratusan hektar area penggembalaan di Bandung dan lokasi lain di Provinsi Jawa Barat. Hewan-hewan tersebut biasa digunakan untuk produksi vaksin, dan juga untuk bahan uji vaksin sebelum vaksin diuji cobakan ke manusia.
Ada banyak tahapan yang harus dilakukan ketika sebuah vaksin akan diproduksi massal untuk manusia. Dan semua teknologi terbaru telah disiapkan dan dimiliki oleh Biofarma.
Jika politisi PKS mengkritik rendahnya dana riset, mungkin ada benarnya untuk kasus riset secara umum. Akan tetapi untuk teknologi Vaksin pendapat politik PKS mungkin perlu dilakukan proses audit lagi.
Jika ingin lebih fokus, lebih tepat yang harus diusulkan kepada pemerintah bukan hanya sekedar dana Riset dan Pengembangan (RnD) biasa yang terkait dengan badan riset nasional misalnya.
Karena Biofarma juga telah membelanjakan dana milyaran rupiah untuk riset dan bahkan produksi vaksin, yang bahkan telah berpuluh tahun disuplai ke 200 negara di dunia. Masukan soal riset sekedar riset tanpa penguasaan pasar berbeda dengan riset di area pengembangan vaksin Indonesia, khususnya di lingkungan Biofarma.
Tingkat kemampuan riset dari Biofarma sudah sedemikian tinggi levelnya, sehingga membandingkannya dengan China saja, mungkin China tertinggal jauh di belakang. Jadi bagi mereka yang maniak dan terkagum-kagum dengan Teknologi ala China Tiongkok, mungkin perlu merevisi kekagumannya. Setelah melihat bukti prestasi Biofarma dan membandingkannya dengan China Tiongkok, terutama dalam teknologi pembuatan Vaksin dan mungkin beberapa teknologi lain yang dikembangkan di tanah air.
Yang dibutuhkan oleh teknologi vaksin Indonesia dan teknologi lain yang memiliki level seperti teknologi pengembangan Vaksin Biofarma, adalah dukungan pada penetrasi dan pengembangan bisnis. Bukan sekedar kebutuhan dana dan dukungan kebijakan untuk Riset dan Development biasa, seperti yang diusulkan oleh Politisi PKS di DPR.
Penetrasi bisnis Vaksin telah mampu dilakukan oleh Biofarma ke hampir seluruh negara dunia. Paling tidak 200 negara konsumen yang membeli Vaksin dari Biofarma adalah pasar potensial lain, yang bisa dipikirkan dengan jauh lebih baik. Dan untuk model penetrasi bisnis seperti inilah usulan RnD khusus itu perlu disampaikan, tidak perlu selalu menyinggung berbagai kebijakan berbau politik yang disampaikan oleh rezim pemerintah, yang ujung-ujungnya hanya akan berhenti dalam pusaran retorika politik semata.
Para politisi, seperti politisi PKS, harus memberikan masukan yang jauh lebih fokus kepada pemerintah. Karena jika masukan yang diberikan hanya setengah setengah, maka sasaran yang jauh lebih strategis akan terlewatkan.
Berapa trilyun potensi bisnis vaksin di Arab Saudi misalnya, yang terlewatkan, karena lemahnya dukungan "Rnd Khusus" yang seharusnya disiapkan dan disediakan oleh pemerintah selama bertahun-tahun ini. Usulan dukungan pada RnD khusus tentu memiliki perbedaan bobot dengan apa yang diusulkan oleh Doktor Nuklir lulusan Tokyo tersebut.
Apakah pemerintah telah menganalisis dengan tuntas potensi Bisnis semacam ini ? Apakah Meneg BUMN Erick, memahami dengan baik hal ini ? Seharusnya praktisi pengusaha seperti Erick Thohir memahami hal ini. Dan segera mengambil keputusan yang lebih taktis dan lebih fokus pada RnD khusus yang mendorong dunia bisnis BUMN untuk go global misalnya.
Mungkin lebih baik berdiskusi lebih telaten pada potensi Bisnis yang mungkin telah lepas dari bisnis vaksin di Arab Saudi, dibandingkan dengan menyesali lepasnya potensi investasi Raja Arab yang datang ke Bali bebeapa waktu yang lalu, dan konon Sang Raja Arab, tidak memberikan dampak investasi yang real ke Republik.
Akan tetapi yang menjadi masalah utama sebenarnya adalah dominasi teknologi vaksin dan teknologi lain, yang dimiliki oleh Indonesia ini, tidak begitu disukai (atau tidak disukai sajalah) oleh para pemain produsen vaksin global. Melalui "oknum WHO" yang mampu mengendalikan orgnisasi global itu, mereka melakukan langkah langkah untuk menghambat berkembangnya bisnis go global Biofarma.
Strategi seperti ini, memang biasa dilakukan, untuk menghambat negara seperti Indonesia, bisa maju berkembang teknologi nya dengan baik. Seperti kasus jelas "rumor" dijatuhkannya pesawat IPTN oleh "oknum penerbangan internasional" yang tidak akan rela dan suka Indonesia sukses dalam pengembangan teknologi dirgantara.
Bayangkan dimensi bisnis yang dimiliki oleh pasar pesawat kelas 100-200 penumpang. Pasar tersebut merupakan pasar besar global, yang akan menjadi sasaran utama produk pesawat jet N 2130 yang sudah menjadi prototype (baca : siap produksi ).
Prof Dr. B.J. Habibie Almarhum pun harus mengalami pukulan telak karena blue print untuk mengembangkan bisnis secara global teknologi penerbangan Indonesia dipotong begitu saja.
Bukan sekedar dana RnD biasa, "Pak PKS", akan tetapi dukungan yang lebih jauh, pada pengembangan pada sektor bisnis go globlnya, itu yang jauh lebih penting. Dimensi bisnis yang bisa dihitung dari dari bisnis go global tersebut jauh lebih penting lagi dbicarakan dibandingkan dengan bicara soal dana riset biasa. Dari putaran bisnis global inilah sumber untuk pembayaran hutang negara yang telah membengkak itu bisa diandalkan. Bukan sekedar usulan soal dana Riset biasa yang dikerjakan oleh Badan Riset Nasional, BRIN, BPPT, atau apapun lah namanya. Membicarakan wadah badan riset bukanlah hal yang esensi dari riset yang sebenarnya, karena yang satunya hanyalah lembaga administratif, sedangkan yang jauh lebih esensial adalah nilai bisnis yang mampu dihasilkan oleh riset tersebut. (Vijay)
(Vijay, Analis adalah wartawan dan redaktur senior Rubrik Teknologi, Tabloid Informatika, Informatika News Line. Analisis dibuat berdasarkan fakta-fakta yang diolah bersama dengan investigative reporting nya di lingkungan PT Biofarma Indonesia dan lingkungan Departemen dan Kementerian Negara Republik Indonesia selama lebih dari 10 tahun terakhir (RED))
Kembali Lihat halaman Circle Life
Lihat Resume Dan Petikan Media